Bingkisan Istimewa
To :
Adelheid Seraviana Claret
Jln. Affandi no 4A-Gejayan-Yogyakarta
“
Welcome to our story. It’s the something secret. Take and keep it, please.
Talk
to no one else about our story. OK??? And I want you don’t tell to someone else
or your friends about me. Just you and me know who I am.
Remember
!!!! It’s a great secret, so please promise onemore that you don’t tell it”.
Someone
J
Aku
masih takjub dengan bingkisan dan tulisan yang baru saja selesai kubaca. Apa
aku yang salah menerima bingkisan atau petugas pos dihadapanku yang salah alamat?? Tapi kalau salah mengapa alamat dan
nama yang tertera dibingkisan ini sama persis dengan alamat dan namaku. Apakah ada alamat dan nama yang sama persis d idunia
ini? Sekali lagi aku membaca bingkisan digenggamanku, memastikan secara cermat
aku yang salah atau petugas pos dihadapanku. Tak ada yang salah, semuanya sesuai.
“mbak
… maaf tolong ditandatangani tanda bukti penerimaan barangnya. Saya masih harus
mengantarkan bingkisan yang lain”. Suara petugas pos membuatku sedikit terkejut
dan menyadari keberadaannya.
“Aduh,
maaf pak, saya lupa. Maturnuwun yo pak”.
“Inggih
mbak. Permisi”.
Petugas
pos itu berlalu setelah tersenyum kepadaku. Segera aku beranjak menuju kamar,
aku semakin penasaran dengan isi bingkisan dan pengirimnya.
“Seperti sinetron saja. Sok misterius, aku terus
mendumel”. Namun hatiku juga tak mau berbohong. Sedari menerima bingkisan ini,
senyumku terus menerus terkembang. Layaknya bunga yang sedang mekar. Apakah dia
pengirimnya?
Ahh.. aku tak mau terlalu berharap lagi, aku takut
seperti dulu. Dan senyum yang baru 3 menit lalu terkembang, kini kembali
digelayuti mendung. Dan bunga-bunga itupun layu dalam hitungan detik.
Setelah lama terdiam sambil
memandang bingkisan dihadapanku, aku mulai beranjak untuk membukanya. 20 batang
coklat dengan merk dan ukuran berbeda. Tak ada yang istemewa, biasa saja.
Tapiiiii, tunggu ada sesuatu didasar kotak ini. Sebuah buku, sepertinya buku
harian dan bersampul biru. Siapa sebenarnya si pengirim ini? Dia pastilah
seseorang yang pernah dekat denganku. Seseorang yang mengetahuiku, terbukti
dengan isi bungkusan ini. Coklat dan buku bersampul biru.
Hatiku semakin tak karuan
dibuatnya. Kubuka halaman pertamanya, hanya beberapa kalimat yang intinya
menanyakan apakah aku sudah mendapatkan kiriman itu. Dan sebuah no. hp tertera
dibagian bawahnya_( I’m here 08122792xxxx ). Kembali aku menimbang-nimbang,
langsung menelpon si pengirim atau membaca dulu isi tulisan buku harian ini.
Setelah lama memikirkannya, aku memutuskan untuk membaca buku hariannya
terlebih dahulu. Mungkin saja aku akan mendapatkan informasi tambahan tentang
sosok misterius pengirim bingkisan ini.
06-09-2010
Aku dan Pena
Ada
gerimis meninggalkan cerah, ada deru badai meninggalkan teduh
Ada yang datang
meninggalkan jejak, ada yang tercatat di kertas kita
Ada kita
yang berkisah, tak tertulis. Ada kaku dan aku____menjadi kita
Terlepas
oleh dari kebersamaan . Ada aku dan pena, tak terlepas
dari rahim
imajinasi.
Samonez
Glekkk,
aku menelan ludah. Siapakah dia? Aku belum bisa mengingatnya. Namun hatiku
terus berontak, sepertinya dia sangat mengenal pengirim misterius ini. Akan
tetapi mata dan pikiranku terus menyangkalnya, menolak bahwa dialah sosok
misterius itu.
“jejak pena ini mewakili seluruh kisah yang hendak kukenang
sekaligus ingin untuk dikenang. Tidak untuk semua orang yang pernah kukenal.
Tapi hanya untuk salah satu diantaranya. Hii…kamu tahu siapa yang kumaksud?? Mungkin
sekarang kamu sudah sedang memikirkan siapa saja kenalanku jauh-dekat,
akrab-biasa, yang pernah kubuat tertawa dan menangis, yang pernah bernyanyi
denganku, dan kemungkinan lain yang tak sanggup kuingat lagi.
Hiii….
Jangan terlalu serius membacanya. Senyum dong. Nah, gitukan lebih manis J. Mungkin kamu juga berpikir yang kumaksud adalah
kekasihku, my bonny lass. Atau mungkin orang-orang yang pernah ingin
menjadikanku kekasihnya__yang kemudian kutolak secara halus dengan mengatakan
“aku lebih suka menjadi teman sejatimu”, atau mungkin kamu tidak ingin
memikirkan siapa-siapa lagi selain sedang membayangkan wajah sang penulis??
Deg..deg..deg
jantungku berdetak lebih kencang. Apa dia mempunyai indera keenam? Kenapa dia
seperti mengetahui bahwa aku sedang membayangkan wajahnya? Wajahku seketika
memerah. Ada perasaan hangat yang perlahan-lahan menyusup lembut dalam hatiku.
Memberikan perasaan yang berbeda. Perasaan mendamba yang selalu kurindukan.
Hey..hey..hey.. ada apa ini? Hey.. Adelheid sadar dong, pikiranmu ngelantur jauh
banget. Aku bergumam dalam hati, sebelum melanjutkan membacanya.
Maukah kamu tersenyum bersamaku? Kupikir kamu tahu apa itu
senyum. Senyum itu sebuah lengkungan lembut yang meluruskan banyak persoalan.
Senyum yang tulus dapat membuat orang lain merasa bahagia dan damai. Pernahkah
kamu mengalaminya??
Hmhmhmh…
kapan aku terakhir tersenyum penuh ketulusan? Sepertinya aku hanya memberikan
senyum palsu selama ini. Tersenyum hanya untuk sejedar formalitas, menghargai
lawan bicara.
Hiii…kamu masih disanakan?? Aku hanya ingin memastikan
apakah kamu masih sedang membaca tulisanku.
Oh ingatkah kamu pada sesuatu? Sesuatu yang kutanyakan diawal tadi.
Tentang siapa yang berhak mendapatkan tulisan ini. Dia sangat berharga bagiku.
Wajahku
langsung memerah. Berharga?? Seberapa berharganya diriku untukmu??
Ada kekhususan yang tercatat dalam benak dan perasaanku
tentang dirinya. Maafkan aku bila yang kumaksud bukan kamu. Tapi percayalah bahwaku
tak mungkin mengabaikanmu. Kamu pasti mengenal siapa dia yang kumaksudkan tadi atau
mungkin dia shabat dekatmu.
Hatiku
yang tadi diliputi kebahagian, kini menjadi mendung lagi. Sahabat?? Aku tak
mempunyai sahabat. Tak akan ada lagi, sejak peristiwa 3 tahun yang silam. Tak
aka nada lagi orang yang bisa kupercayai, apalagi sampai menjadikannya sahabat.
Aku tersenyum sinis, sesinis hatiku yang kembali pedih mengingat itu semua.
Hiii…. Pikiranmu jangan yang aneh-aneh dulu. Baca semuanya
baru tahu siapa aku. Ahahahaha ….ia sering menyebut dirinya “princess”, Blue
princess tepatnya. Memang dia telah menjadi princess di kerajaanku. Walau ia
tak mengetahuinya. Disinggasana hatiku akan kau temukan namanya bertahta
disana. Meskipun dirinya telah menolakku untuk pangerannya. Aku tetap
menghargai itu. Meskipun banyak hal yang ingin kuceritakan, kujelaskan tentang
semuanya. Namun, sayang hatinya telah terlanjur membeku dan menutup rapat
kehadiranku dalam dunianya. Dunia kerajaan putri biru, “SkyOceanKingdom”.
Tak perlu membaca keseluruhan buku
bersampul biru ini. Aku sudah cukup tahu, cukup jelas mengingat semuanya.
Semuanya tentang kisah terakhirku diputih abu-abu. Kisah tragis menurutku,
penutup masa – masa SMA yang tidak mengenakan. Dan hari kejadian itu tak akan
pernah kulupakan, yah aku menyebutnya “14 Maret Kelabu”. Aku beranjak menuju
deretan buku – bukuku. Tepat di rak terakhir lemari buku ini, di sudut gelap
penuh debu, sebuah buku diary biru lecek berdiam di sana. Sejak peristiwa itu,
posisinya tak pernah berubah, bersandar dalam buku lama yang telah usang.
Kutarik buku biru itu, debu – debu menutupi sampulnya yang sangat indah. Buku
ini pernah menemaniku dulu. Dulu banget, saat masa putih abu – abu yang penuh
kegembiraan menghampiriku. Aku langsung membuka halaman ke 58, aku sudah
menghafal luar kepala apa yang tertulis di sana, kata demi kata. Seperti
tangisan yang kembali menggenang di pelupuk mata, siap terjun bebas di antara
pipiku.
14 Maret Kelabu __ 2010
“Aku sudah
menyadari itu, ketika pertama kali aku melihatmu dikala senja yang kelabu,
dibatas kota sabana itu. Aku sudah menyadari itu, ketika pertama kali jiwaku
terpeluk rasamuu. Tapi sayang diriku terlalu “PINTAR” untuk menyadarinya. Pura
– pura menganggap semuanya baik – baik saja dan memaksakan keadaan yang tak
bersalah. Seharusnya aku mendengarkan nasihat burung yang berkicau atu semilir
angin yang menampar pipiku. Keinginanku hanya sederhana, aku cuma ingin
merasakan sekali saja “KEBAHAGIAAN” itu. Sederhana, manis namun jujur dari
hatiku. Tapi sayangnya, kesedihan lebih senang menemaniku. Ya, aku tahu! Kini
saatnya berkabung. Menangisi segalanya, sekuatku mampu. Menangis dan membasuh
luka ini. Terlalu indah mimpi yang aku hayalkan, dan kini aku tahu tak ada
satupun dari mmpi – mimpi itu yang akan terwujud. Hanya asa dan harapan yang
tersisah, menemani hatiku yang terkoyak, memberi kekuatan untuk terus maju dan
melangkah. Dengan begini setidaknya aku masih bisa hidup dan tersenyum. Lagi,
aku menulis kisah ini di kala jingga menutup kelabu, dalam semilir hawa sabana
yang selalu kurindukan”. “Selamat ulang tahun Adelheid Seraviana Claret,
selamat membasuh luka”. Padang
Sabana, 17.39 wita.
”Aku
menutup buku itu, bersama tangisan yang telah luruh. Aku menangis lagi. Mengapa
ketika aku telah berhasil mebasuh luka ini, dia kembali datang?? Aku tak akan
mau lagi mempercayainya. Dia yang telah memberikanku cinta pertama yang manis,
sekaligus menghancurkannya tanpa sempat memberiku sedikit ruang untuk tetap
berdiri tegak tanpa dirinya. Dia juga yang mengajariku untuk lupa bagaimana
rasanya memiliki sahabat. Dia juga yang membuatku menjadi sinis ketika banyak
orang atau buku – buku, film – film atau kisah – kisah indah yang berbicara
tentang persahabatan dan cinta. Cukup!! Semua itu telah berlalu. Berlalu di
sebuah pulau kecil di Indonesia bagian timur. Pulau yang begitu eksotik dan
menawan. Pulau Sumba, Pulau Sabana, Pulau Sandlewood, Pulau marapu atau apalah
namanya. Pulau yang membuatku jatuh cinta setengah mati sekaligus berangan –
angan untuk tinggal dan menetap di sana bersama keluarga kecilku yang mungil. Itu
dulu, sebelum kisah itu terjadi. Kisah kita_ aku, kamu dan nadia. Kisah
penghiatanmu dan nadia. Tak akan pernah kulupakan tepat di hari ulang tahunku, kalian
menghancurkanku.
Aaarrrgggghhhh…
Cukup, aku tak ingin lagi mengingat kisah yang hanya membuatku menangis dan
terluka. Aku sudah melupakannya sejak pertama kali aku mengikuti ayah dan bunda
bertugas ke Yogyakarta. Namun kenapa ngit?? Setelah 3 tahun silam, kamu datang
kembali. Apa yang kamu inginkan lagi??
Aku
terduduk dalam tangis senja ini, dan hujan pun menemani hatiku yang kembali
terluka akan kisah 3 tahun yang silam.
Hey adelheid….
Aku tahu kamu sudah
membaca sampai tuntas tulisan dibuku ini.
Jadi tak ada salahnya
jika kita bertemu sebentar. Telepon aku dinomor itu.
Langit
Samonez
Aku
betul-betul bingung dibuatnya. Bagaimana ini apakah aku sanggup menemuinya??
Apakah perasaanku masih seperti dulu?? Aku tak boleh lagi lari dari kenyataan.
Aku harus menghadapinya. Akhirnya aku memutuskan untuk menelpon langit.
Tut..tut..tut….Hallo??
Deg…
suara langit. Suara yang pernah membuatku bahagia sekaligus menangis.
“Adel..apakah
ini kamu?? Hallo del”.
“yah,
ini aku ngit. Akhirnya aku pun bersuara. Kami hanya berbicara sekitar 3 menit.
Kami memutuskan untuk bertemu di kedai Omah Idjoe rabu besok.
Hufftthh…aku
mencoba menyemangati diriku sendiri, walaupun sebenarnya hatiku begitu
ketar-ketir.
Rabu, 24 Februari 2013__Kedai Omah
Idjoe
Pukul
16:04 Wib, aku tiba di kedai Omah idjoe setelah menuntaskan mata kuliah
Linguistik. Warungnya sangat sepi, maklum jam makan siang telah berlalu sejak 2
jam yang lalu. Dan disudut timur kedai ini aku melihatnya. Dia masih saja tetap
semenawan dulu. Aku terus melangkah menghampirinya, memandangi wajahnya yang
selalu membuatku merindu dan menagis bersamaan hampir 3 tahun terakhir ini. Aku
menghirup udara, mencoba menenangkan gemuruh hatiku. Aku siap sekarang
menghadapimu, Egino Langit Samonez.
“Hai.. maaf yah aku agak telat.
Kuliah hari ini begitu padat”, ujarku ketika tiba dihadapannya.
“Tak
apa-apa koq del, aku juga baru beberapa menit tiba disini,” langit membalas
sapaanku. Ada jeda yang lama dan kekikukan hebat yang sama-sama kami rasakan.
Ternyata dia juga kelihatan gelisah.
“uhm,
btw gimana kabarmu?? Aku mencoba basa-basi memecah kekikukan yang ada. “Baik del, seperti yang kamu lihat sendiri.
Kamu?”
“seperti
yang kamu lihat sendiri, ngit”. Aku mencoba mengikuti jawabannya. Dan tawa kami
pun membahana memecah kebekuan yang ada.
Banyak hal yang kami bicarakan,
hingga masalah 3 tahun yang silam. Aku Cuma tersenyum dan tidak banyak
berkomentar ketika topic ini meluncur dari mulutnya. Tapi aneh aku merasa biasa
saja, ternyata tidak seperti apa yang aku bayangkan.
“Begitu
ceritanya del. Aku sangat menyesal telah melukai hatimu. Hari ini aku memberanikan
diri menemuimu untuk menjelaskan semuanya. Dan aku ingin hubungan kita kembali
seperti dulu”, ujar langit mengakhiri penjelasannya.
“Seperti
dulu?? Terimakasih ngit dan maaf aku tak bisa lagi seperti dulu. Tak ada lagi
tempatmu dihatiku. Aku kesini hanya untuk menghargai undanganmu dan yang
terutama membuktikan perasaanku sendiri. Dan kini aku sadar perasaanku kepadamu
tidak sehebat dulu. Kini aku siap melangkah menjemput “langitku” diluar sana.
Maaf banget ngit”. Segera aku bangun dan menyalaminya. Aku tahu aku sangat
tidak sopan, namun aku sudah ingin segera menyelesaikan pembicaraan ini. Langit
hanya bisa mematung ditempatnya. Mungkin saja dia sangat syok dengan apa yang
telah kukatakan. Namun, itulah pilihanku. Jika jodoh mungkin aku akan bertemu
lagi dengannya. Sekarang saatnya aku melangkah, melupakan yang telah lalu.
Biarkan saja sang waktu memainkan skenarionya. Sekarang aku siap melangkah ke
depan.
Aku terus melangkah, meninggalkan
langit dibelakangku. Sayup-sayup “perpisahan termanis” milik lovarian mengalun
lembut. Kulirik Monoku tepat pukul 17:39 Wib, waktu yang sama dengan 3 tahun
yang lalu. Namun dalam suasana yang berbeda. 3 tahun yang silam aku sedang
menagis dan tertekan, akan tetapi hari ini aku begitu percaya diri dan kokoh.
Mulai sekarang tak akan ada lagi air mata dan senyuman sinis. Kini aku siap
mencari “langitku” yang baru. Lelaki masa depanku, tunggu aku. Dan senyuman
senja di kota budaya sore ini, seribu kali lebih indah dari 3 tahun yang silam.
“selamat sore Adelheid Seraviana Claret, selamat mencari pangeranmu”.
YK,
22/02/13 02:11 Wib.
keren! aku dan pena! maknany luar biasa! sukses lanjutkan!
BalasHapusehem..ahahahaha
BalasHapusmaksihhh k''....
cerpen ini lagi saya ikutkan lomba...
hehehe
Sukaaaa..... Selamat, Adelheid.. Hehe
BalasHapushahahahaa...
BalasHapusiyahh inna saynggg...
mkchhhh ea,, :) :*
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusgreat.
HapusGood Job inna..
BalasHapusseperti menanyakan kemanakah bintang di siang hari ketik membaca cerita ini dan mengingat kemabli pengalamanku dulu...hehehe
hahahahaha,,,,makasihh banyak k''...
BalasHapusterimakasih sekali, karena buku ungu itu sangat menginspirasi ketika ingin menulis kisah tentang sang Mantan...
hahahahaa... kapn'' mungkin cerita ini akan bersatu bersama kepingan'' serota yg lainnya dan membentuk Dunia SOK yang sesungguhnya :)